Watergius's Journal

The world as I see it

kurva beban dan alasan memiliki beragam pembangkit

Kurva beban, secara sederhana dapat diartikan sebagai kurva yang menggambarkan penggunaan beban (listrik) dalam suatu waktu. Dikatakan dalam suatu waktu karena  selangnya itu dapat berupa tahunan, mingguan, bahkan harian. Namun, penggunaan yang paling umum adalah kurva beban harian seperti yang dapat kita lihat dari website http://p3bjawabali.pln.co.id/ berikut:

kurva beban Jawa-Bali pukul 16.45

Kurva di atas merupakan contoh kurva beban  daerah Jawa Bali untuk tanggal 2 Maret 2011. Kurva yang berwarna biru merupakan perkiraan bentuk kurva beban tanggal 2 Maret 2011 selama 24 jam dan nilai 18099,78 MW merupakan beban puncak yang diperkirakan bakalan terjadi. Sementara itu, kurva yang berwarna merah mewakili keadaan beban (listrik) sebenarnya yang dipakai.

***

Bagaimana memprediksi kurva beban?

-> Prediksi kurva beban di lakukan oleh P3B (Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban) Jawa Bali yang berada di Gandul. Metode prediksinya sendiri ada beragam (cari di google dengan keyword “load curve prediction”). Namun, saat saya melakukan kerja praktik di P3B bulan Juni-Juli tahun lalu, metode yang digunakan P3B adalah metode koefisien. Bagaimana cara kerjanya dan pengaplikasiannya? Tidak akan saya bahas di sini.

Apa gunanya memprediksi kurva beban?

-> Secara sederhana agar PLN dan masyarakat tidak rugi. PLN akan rugi bila ternyata  daya yang dibangkitkan sangat besar sementara kebutuhan sedikit (rugi bahan bakar). Maka, bila kurva beban ada, PLN dapat memperkirakan kebutuhan daya sehingga pembangkitan juga dapat diatur. Sedangkan masyarakat sendiri akan dirugikan bila ternyata daya yang dibangkitkan jauh lebih kecil dibandingkan kebutuhan. Kenapa? Karena PLN akan melakukan pemadaman (untuk mempertahankan kestabilan sistem) sampai pasokan daya ditambah. Selain itu, tujuan lain dari prediksi kurva beban adalah agar dapat mengatur jenis-jenis pembangkit yang akan dinyalakan/digunakan.

***

jenis-jenis beban

Secara sederhana, kurva beban yang ada (termasuk kurva beban Jawa Bali untuk tanggal 5 Maret 2011) dapat dibagi menjadi tiga bagian: beban puncak, beban menengah, dan beban dasar. Pengelompokan beban inilah yang menyebabkan perlunya diatur jenis-jenis pembangkit yang perlu dinyalakan.

Misalnya, untuk beban dasar (base load) -> pembangkit yang digunakan adalah pembangkit yang biaya bahan bakarnya murah dan standby operasinya lama (waktu penyalaan pembangkit sampai dapat memproduksi listrik). Karenanya, pembangkit yang digunakan untuk jenis beban ini adalah PLTU dengan bahan bakar batu bara atau bahkan dapat juga PLTGU.

Untuk beban puncak -> pembangkit yang digunakan adalah pembangkit yang standby operasinya cepat. Maksudnya, saat dibutuhkan tambahan pasokan daya, pembangkit dapat langsung menyuplai tambahan daya tersebut. Jenis pembangkit yang sesuai untuk beban ini misalnya PLTD dan PLTG.

Jadi, kenapa kita memiliki beragam pembangkit?

Karena bentuk kurva beban kita yang jelek (tidak datar). Bila kita hanya membangun PLTU dengan bahan bakar batu bara, biaya bahan bakarnya mungkin murah. Namun, saat beban puncak, kita akan mengalami kerugian. Karena waktu untuk mengoperasikan PLTU itu sangat lama (mencapai 5 hari), maka untuk mengatasi beban puncak yang akan terjadi, PLTU tersebut tentu sudah dinyalakan sejak lama. Sementara itu, durasi beban puncaknya itu sendiri hanyalah beberapa jam (2-4 jam). Tentu saja  tidak sebanding pemasukan dengan pengeluaran. Itulah sebabnya kita memiliki pembangkit-pembangkit seperti PLTD dan PLTG. Untung saja durasi beban puncak hanya beberapa jam sehingga pengeluaran untuk bahan bakar pembangkit2 tersebut tidak besar (walaupun tetap memberatkan).

***
mendapat ide untuk menulis setelah kuliah Ekonomi Energi yang kebetulan menyinggung tentang hal ini

4 responses to “kurva beban dan alasan memiliki beragam pembangkit

  1. anas September 23, 2011 at 8:53 am

    Bagaimana dengan beban menengah? dan jenis pembangkit apa yang sesuai?

    • watergius September 23, 2011 at 11:42 pm

      Beban menengah menggunakan pembangkit yang biaya operasinya sedikit lebih murah dibandingkan dengan pembangkit di beban dasar. Pembangkit di beban menengah ini sendiri dioperasikan setelah pembangkit di beban dasar sudah beroperasi maksimal namun kebutuhan listrik masih kurang. Jenis pembangkitnya sendiri dapat berupa PLTGU juga.

  2. an August 6, 2012 at 11:50 am

    Maaf pertanyaan saya agak melenceng, saya adalah seorang mahasiswa yang bukan berasal dari jurusan teknik dan sama sekali tidsk pernah belajar mengenai kelistrikan. sekarang saya sedang mendapatkan tugas untuk menganalisis keandalan suatu pembangkit listrik yg memiliki 7 unit pembangkit yang merupakan pembngkit yang terhubung kedalam sistem jawa bali. Nah yang mau saya tanyakan, bolehkah saya mengvaluasi keandalan 7 unit pembangkit tersebut dengan indeks lolp?terimakasih sebelumnya. Jika berkenan, tolong kirimkan jawabannya ke anityagustalp@gmail.com ya 🙂

    • watergius August 9, 2012 at 10:51 pm

      maaf baru respon sekarang soalnya belakangan ini agak sibuk..
      dan mohon maaf juga sebab saya kurang mengerti secara mendetail tentang hal ini, takutnya jadi malah menyesatkan jawabannya.. 🙂

Leave a comment