tulisan ini merupakan ringkasan dari setengah catatan kuliah Ekonomi Energi saya beserta tugasnya
***
Berbicara tentang biaya dalam pembangkitan tenaga listrik, berarti kita berbicara tentang harga yang jelas-jelas berbeda dengan tarif. Bila harga itu nilainya ditentukan oleh besarnya investment yang dilakukan, maka tarif itu sendiri tergantung kepada kebijakan pemerintah. Itulah sebabnya biaya tagihan listrik yang kita bayar setiap bulannya itu dikenal dengan nama tarif listrik.
Dalam pembangkitan tenaga listrik ada empat komponen biaya yang biasanya harus diperhitungkan, komponen A,B,C, dan D. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, ada tambahan satu komponen lagi yang dikenal dengan komponen E.
Merupakan fixed cost, yakni biaya yang harus tetap dikeluarkan terlepas dari pembangkit listrik tersebut dioperasikan atau tidak. Komponen ini umumnya terdiri dari biaya konstruksi PLT (Pembangkit Listrik Tenaga …) seperti pekerjaan sipil, biaya pembelian turbin, generator, dan lain-lain.
Kedua komponen ini dikenal dengan nama variable cost dan biasanya nilainya kecil. Selain itu, keduanya juga sering disebut sebagai OM Cost yang berarti biaya yang dikeluarkan untuk operasi dan maintenance si pembangkit.
– komponen B
merupakan fixed OM Cost, seperti gaji pegawai/karyawan, biaya manajemen, dan lain-lain
– komponen D
merupakan variable OM Cost, seperti biaya untuk pelumas. Semakin sering dan berat kerja si pembangkit, semakin dibutuhkan pulalah pelumas. Maka, biaya komponen D ini akan meningkat. Dan demikian pulalah sebaliknya.
Komponen ini merupakan fuel cost atau biaya bahan bakar. Beberapa faktor yang mempengaruhi harga komponen ini misalnya banyaknya konsumsi bahan bakar yang diperlukan, jenis bahan bakarnya, lama waktu penyalaan pembangkit, dan beberapa hal lainnya.
Biaya ini tidak merupakan biaya wajib yang harus ada dalam komponen biaya pembangkitan. Namun, saat kita berada dalam posisi IPP (Independent Power Producer) atau penyedia listrik non-PLN (Pemerintah), terkadang komponen biaya ini turut kita perhitungkan.
Komponen E ini adalah komponen biaya saluran dari trafo step-up yang ada di pembangkit kita ke gardu induk PLN terdekat. Misalnya kita membangun PLTU sendiri di pinggir pantai. Sementara itu, gardu induk PLN terdekat berada pada jarak 5 km dari PLTU Anda. Nah, untuk menghubungkan output trafo step-up di pembangkit Anda ke gardu induk tersebut tentu dibutuhkan saluran listrik kan. Biaya instalasi saluran inilah yang dikenal dengan nama komponen E dan biasanya dibebankan ke PLN selaku pembeli.
***
Kemudian, setelah komponen-komponen tadi diketahui nilainya, kita tinggal menjumlahkannya untuk mendapatkan nilai yang dikenal dengan nama BPP (Biaya Pokok Pembangkitan). Inilah biaya pembangkitan sebenarnya yang dikeluarkan oleh si pembangkit.
Berikut ini adalah contoh perhitungan beberapa komponen biaya :
1. Komponen A
– Capital Cost (CC) adalah biaya konstruksi PLT. Biaya ini meliputi biaya turbin, generator, switchgear, BOP (Balance of Plant), dll.
– CRF (Capital Recovery Factor) atau faktor pengembalian investasi biasanya direpresentasikan oleh persamaan berikut:
dengan i = interest dan n = masa manfaat
– kapasitas merupakan kapasitas total pembangkit.
– 8760 dinyatakan dalam jam, yang merupakan lamanya jam dalam satu tahun. Hal ini mewakili waktu nyala si pembangkit dalam selama satu tahun.
– CF (Capacity Factor) merupakan faktor kesediaan PLT dalam memproduksi listrik. Nilai CF ini umumnya bervariasi antara 0,8-0,9.
2. Komponen C
Besarnya komponen C dipengaruhi oleh harga bahan bakar per satuan (misalnya Rp/liter untuk diesel) dan harga SFC (Specific Fuel Consumption) yang dinyatakan dalam satuan per kwh (misalnya liter/kwh untuk diesel)
Contoh kasus:
Sebuah pembangkit memiliki kapasitas 3×1000 kW dengan masa manfaat 5 tahun. Harga capital cost adalah $ 300/kWh. Bahan bakar solar (diesel) yang digunakan memiliki efisiensi 0,275 liter/kWh. Besarnya komponen B dan D adalah sebagai berikut berturut-turut (dalam cent dollar) 0,3 dan 0,6. Hitunglah BPP bila:
(a) Take or Pay
(b) PLT bekerja sebagai peaker yang hanya menyala 2 jam/hari
Jawab
Total kapasitas pembangkit adalah 3X1000 kW.
Capital cost totalnya adalah : $ 300/kW x 3000 kW = $ 900.000
Masa manfaatnya (n) adalah 5 tahun
Dengan mengasumsikan nilai i = 30%, maka
Dengan menggunakan harga diesel untuk industri (Rp 8.800/liter), komponen C akan bernilai : Rp 8.800/liter x 0,275 liter/kWh = Rp 2420/kWh
CF sendiri kita asumsikan sebesar 0,8. Jadi:
(a) Saat pembangkit digunakan take or pay, itu berarti pembangkit akan menjadi IPP yang menjual listriknya sepanjang tahun. Maka
Dan dengan mengambil kurs 1$ = Rp 9.000, maka BPP menjadi :
BPP = (0,018 x 9000) + ((0,3+0,6)/100 x 9000) + 2420
= Rp 2663/kWh
(b) Saat pembangkit digunakan sebagai peaker dengan waktu menyala 2 jam/hari = 2 x 365 hari = 730 jam/tahun, maka
Dan dengan mengambil kurs 1$ = Rp 9.000, maka BPP menjadi :
BPP = (0,211 x 9000) + ((0,3*+0,6)/100 x 9000) + 2420
= Rp 4400/kWh
*menurut dosen saya, nilai komponen B juga akan mengalami perubahan saat PLT digunakan sebagai peaker. Namun, saya masih kurang paham akan hal itu. Karenanya saya masih menuliskan hal yang saya tangkap. Namun yang pasti, nilai komponen A saat digunakan sebagai peaker jauh lebih besar dibandingkan saat penggunaan biasa.
***
Agus Praditya T
0.000000
0.000000
mantap gus
awak blum ngumpul pr.nya
mungkin tinggal print yg ini ajalah yh
hehe
haha.. enak aja kau Ndi.. oh ya, tugas yang nomor 3 gak awa tulis di sini, setidaknya itu harus kau cari sendirilah
oiya gus, ane lupa naut
eh, kalau mau dapetin royalti dari menulis silahkan baca ini
http://andihendrapaluseri.blogspot.com/2011/03/ketika-pekerjaan-menulis-dihargai-di.html
atau
http://andihendra.wordpress.com/2011/03/19/ketika-pekerjaan-menulis-dihargai-di-idblognetwork-com/
saya sedang ada tugas tentang biaya pembangkitan tenaga listrik
bisa bantu untuk mndapatkan buku ,diktat reverensinya mas ?
Maaf mas, cuma saya adanya hanya ini saja. Ini juga dari bahan kuliah sewaktu ngambil mata kuliah ekonomi energi. Dosennya juga tidak punya diktat setahu saya.
hari senin 2 april bakal ada UTS Ekji Pak Yusra. aku nyoba2 nyari bahan tambahan buat UTS di google… and guess what? blogmu ini ada dihalaman pertama gus.. haha.. Mantap!
haha..
kebetulan sekali kalau begitu Ry.. dulu awa nulisnya juga dekat2 UTS sih.. hehe
Untuk perhitungan Komponen A, bukankah ada juga faktor depresiasi? jika dengan rumus seperti itu, kelihatannya NPVnya negatif terus.
Yang saya tulis di situ kemungkinan kurang satu dua hal mas. Dimohon masukannya kalau ada kekurangan.. 🙂
Pingback: Tarif Dasar Listrik (TDL) – Indonesia vs Jerman | Energi, Lingkungan, & Ekonomi
Informasi bagus mas. Terimakasih
Good article. Mungkin utk biaya diesel perlu diralat mjd Rp.8.800/liter ya, bukan /kWh. Semangat menulis lagi.
Terima kasih atas koreksinya. Sudah diperbaiki.