Watergius's Journal

The world as I see it

Category Archives: Duniaku

Kerja, Kuliah, dan Tepian Black Forest

Kamis, 23 Agustus 2018

***

Danau Gifiz di Offenburg

Perjalanan menemukan ketertarikan studi baru

Setelah selesai sarjana aku bekerja selama tiga setengah tahun di perusahaan tambang multinasional. Aku diterima di program Management Trainee-nya sehingga di tahun pertama aku dan teman-teman seangkatan berkesempatan untuk belajar di berbagai departemen di perusahaan. Bahkan selesai program trainee, beberapa dari kita cukup beruntung untuk ditempatkan di departemen bernama Indonesian Growth Project(IGP) yang memiliki tanggung jawab meningkatkan kapasitas produksi pabrik pengolahan di Sulawesi Selatan.

Tahun pertama di IGP atasanku bernama Kevin, seorang warga negara Kanada yang telah tinggal hampir sepulah tahun di Indonesia. Orangnya teliti dan sabar dalam menjelaskan. Penugasan pertama dari dia adalah menghitung konsumsi listrik di salah satu gedung di pabrik. Dengan penugasan ini aku pun akhirnya mengunjungi Sulawesi Selatan dan bahkan diminta untuk tinggal selama beberapa bulan. Selain untuk membantu mencari data demi keperluan IGP, juga agar aku mengenal pabrik dan mulai membangun kontak dengan orang-orang yang bekerja di situ.

Dua tahun berlalu. Aku bekerja sebulan di Jakarta dan dua bulan di Sulawesi, seperti sebuah siklus. Aku tidak keberatan bekerja di lapangan, bahkan aku menikmatinya. Hanya saja dari penugasan selama dua tahun ini aku mengenal lebih jauh tentang diriku, tentang di mana aku cocoknya bekerja. Aku merasa bekerja di pabrik pengolahan hasil tambang bukanlah buatku.

Memasuki tahun ketiga Kevin pensiun dan balik ke Kanada. Aku pun mendapatkan bos baru, Juan dari Chile.

What can I do for you my young padawan?”, begitu selalu dia menyapaku tiap kali aku mengetuk pintu kantornya. Selain pekerjaan keteknikan, Juan memberikanku tugas dan tanggung jawab terkait manajerial. Aku diminta bekerja sama dengan perusahaan konsultan teknik untuk menyusul jadwal pekerjaan di pabrik, menentukan paket-paket pekerjaan yang harus mereka selesaikan selama periode kontrak, dan mengevaluasi seberapa jauh mereka telah menyelesaikan paket-paket pekerjaan tersebut, untuk tahu, apakah mereka berhak mendapatkan bayaran yang telah disepakati atau belum. Dengan penugasan ini aku jadi belajar cara membuat timeline sebuah proyek, menyusun metode evaluasipencapaian target pekerjaan, membangun sistem pembukuan untuk pembayaran upah, dan belajar banyak tentang diplomasi. Dari semua itu yang terpenting adalah aku menjadi tahu, kalau aku memiliki ketertarikan dengan bidang manajemen.

Mencari Jerman

Akhir Juli 2014 aku menemukan informasi akan sebuah program bernama “Make It in Germany” dari giz. Tertulis di situ bahwa Jerman kekurangan engineerdan membutuhkan tenaga-tenaga ahli dari berbagai negara, salah satunya dari Indonesia. Aku mendaftar, namun gagal di tahap wawancara. Kata mereka, tenaga ahli di bidang pertambangan tidak dibutuhkan lagi di Jerman.

Program “Make It in Germany” yang ditawarkan saat itu adalah program beasiswa untuk belajar bahasa Jerman sampai level B2 di Goethe Institut. Setelah lulus ujian level itu dan ketika ada kebutuhan dari Jerman, maka peserta yang lolos seleksi akan mendapatkan prioritas sebagai kanditat untuk posisi tersebut.

Saat itu aku sudah sadar bahwa masa depanku tidak lagi di perusahaan tambang. Terinspirasi dari kegiatan bakti sosial yang pernah kulakukan saat sarjana dan ditambah latar belakang pendidikanku di teknik elektro, aku pun memutuskan ingin bekerja di sektor energi, khususnya yang berhubungan dengan energi terbarukan. Hanya saja dengan berbekal pengalaman yang kumiliki saat itu, hal ini tidak akan mudah. Aku harus kuliah lagi.

Master“ dan “Energy and Management“ adalah kata-kata kunci yang kumasukkan di mesin pencari google. Dari sekian banyak hasil pencarian, ada menemukan tiga negara yang menawarkan jurusan di bidang Energy and Management, yakni Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Amerika Serikat dan Inggris sebernarnya pilihan yang lebih mudah sebab aku menguasai bahasanya. Hanya saja, biaya kuliahnya sangat mahal. Di masa itu aku memang tidak punya rencana untuk balik ke Indonesia setelah S2 sehingga tidak berniat untuk melamar beasiswa LPDP. Karenanya, pilihanku pun jatuh ke negara Jerman yang saat itu uang kuliahnya masih gratis.Energy Conversion and Management(ECM) adalah program studi di Offenburg University of Applied Science(Hochschule Offenburg) yang menjadi pilihanku. Walaupun programnya adalah program internasional, di semester tiga ada kuliah dalam bahasa Jerman sehingga sertifikat bahasa Jerman level A2 merupakan salah satu syarat pendaftarannya.

Aku cukup beruntung. Jadwal pekerjaanku di tahun ketiga mayoritas di Jakarta sehingga aku pun memutuskan untuk les bahasa Jerman di Goethe. Dengan sisa waktu delapan bulan kurang hingga batas akhir pendaftaran, aku mengambil kelas intensif (tiga kali seminggu).

Offenburg University of Applied Science

Memasuki Black Forest dan mendalami manajemen energi

Offenburg adalah sebuah kota kecil di barat daya Jerman di tepian Schwarzwald (Black Forest), yang terkenal tidak hanya karena alamnya yang indah, namun juga karena kue “Black Forest” asalnya dari daerah ini. Di Offenburg hanya terdapat sebuah universitas, Hochschule Offenburg, dengan salah satu program studinya, ECM, yang menawarkan modul pembelajaran yang menarik. Pada semester pertama dan ketiga kami kuliah di kampus, sementara di semester kedua dan keempat kami harus magang (internship) dan mengerjakan Tesis. Dengan besarnya peluang melakukan magang dan menulis tesis di perusahaan, ECM memberikan kesempatan kepada mahasiswa/i yang baru saja lulus sarjana untuk mendapatkan gelar master sekaligus pengalaman kerja, setidaknya satu tahun.

ECM menawarkan mata kuliah yang bervariasi, mulai dari bidang keteknikan hingga manajemen energi. Ekonomi Energi adalah salah satu mata kuliah di semester pertama yang telah memperkenalkan konsep energi sebagai sebuah komoditas kepadaku. Berbeda dengan di Indonesia, di Jerman (bahkan di beberapa negara Eropa) listrik diperjualbelikan di sebuah bursa, layaknya jual beli saham di Bursa Efek Indonesia. Lalu di semester ketiga kami mendapatkan mata kuliah tambahannya, Operation Research in Energy Economics, yang menitikberatkan kepada metode untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Konsep listrik sebagai sebuah komoditas yang keuntungan penjualannya dapat dimaksimalkan dan biaya produksinya dapat diminimalkan benar-benar telah mencuri perhatianku. Aku pun berkeinginan untuk mendalaminya  sehingga aku memilih tema ini menjadi topik tesisku.

Demonstration of economical potential from Virtual Power Plant of Mini and Micro Combine Heat and Power (CHP) Plantsmerupakan judul tesisku. Sebagai informasi, CHP adalah mesin yang membangkitan tenaga listrik, layaknya genset, dan menghasilkan panas pada saat yang bersamaan. Panas ini kemudian digunakan untuk menghangatkan air yang akan dialirkan melalui pipa-pipa untuk menghangatkan rumah ataupun ruangan. Karena kemampuannya untuk menghasilkan energi listrik dan panas (thermal) pada saat yang bersamaan, CHP dikategorikan sebagai mesin yang mampu memaksimalkan utilisasi energi primer (baik gas ataupun bahan bakar minyak).

Dalam tesis ini aku mengembangkan sebuah metode optimisasi menggunakan Mixed-integer Linear Programming (MILP) untuk mengontrol suplai panas menggunakan CHP, boiler,dan thermal storage. Metode yang kutuliskan dalam algoritma ini akan mengatur produksi energi termal dan juga energi listrik, sehingga diperoleh laba yang maksimum berdasarkan harga jual beli listrik untuk tiap lima belas menit. Model ini kemudian aku aplikasikan pada beberapa utilitas yang memiliki CHP dan yang tergabung dalam proyek micro VKK. Hasilnya kemudian dianalisis berdasarkan objektif yang telah ditentukan sebelumnya, apakah sudah optimal atau belum.

*

Itulah sedikit kisah tentang kuliah lagi setelah bekerja.

***

atampubolon

Belajar tidak mengenal usia

Senin, 22 Mei 2017

***

Sekolah adalah tempat untuk menuntut ilmu, sama halnya seperti universitas. Tapi bagi siapa … ? Bagi siswa/i dan mahasiswa/i terdaftar saja? Atau juga untuk umum?
Di sebuah kota kecil di Jerman, yang hanya memiliki satu universitas berukuran kecil juga, aku menemukan sebuah ‘hal baru’, tentang makna kalimat belajar tidak mengenal usia.

Kuliah Umum

Sewaktu dulu kuliah S1 di Bandung, makna kuliah umum adalah kuliah dengan dosen seorang pembicara tamu yang sengaja diundang kampus maupun jurusan. Atau, menurut KBBI, kuliah umum adalah ceramah tentang masalah tertentu yang boleh dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai jurusan.

Di sini (Offenburg), kuliah umum punya arti yang lebih luas. Bertempat di kampus, kuliah umum biasanya diberikan oleh seorang Professor atau peneliti atau siapa pun yang kompeten di bidangnya dengan tujuan mempresentasikan risetnya kepada publik. Publik di sini adalah civitas akademi kampus itu sendiri dan juga masyarakat sekitar yang tertarik. Dan ternyata warga di sini memang tertarik datang ke kampus untuk mendengarkan kuliah umum tersebut. Usia warga yang datang juga bervariasi, mulai dari yang masih bekerja sampai kepada pensiunan; mulai dari seorang yang bergerak di bidang teknik (atau pendidikan) hingga yang tidak. Mereka selalu berkata : aku merasa topiknya menarik dan kita selalu bisa belajar sesuatu yang baru.

Science Slam

Science Slam adalah sebuah bentuk kuliah umum yang ditemukan dan dikembangkan di Jerman pada tahun 2006. Seorang pembicara diberikan waktu selama 10 menit untuk membicarakan risetnya (atau keahliannya) di hadapan penonton yang sama sekali awam. Tujuan dari Science Slam ini adalah mengedukasi dari segi keilmuan dengan cara/metode yang menyenangkan/lucu/tidak membosankan. Di akhir presentasi mereka, setiap pembicara akan diberi nilai oleh penonton untuk dua kategori: Science (ilmu yang disampaikan) dan Slam (cara penyampaian yang tidak membosankan). Nilai2 ini kemudian akan ditotalkan sehingga diperoleh pemenang dengan nilai yang paling tinggi. Science Slam… siapa yang bilang science itu harus membosankan, eh?

Science Slam (gambar dari Baden Online)

 

 

Karena peraturan berlaku juga buat pengajar

Kamis, 3 November 2016

***

Awal pertama kelas setahun yang lalu, Prof. J sudah menunggu di ruangan lengkap dengan laptop dan presentasinya. Kelas dimulai. Satu-satunya sumber bunyi hanyalah suara profesor yang keras dan lantang, cukup untuk membuatmu tetap terjaga walaupun tidak paham sepenuhnya materi yang diajarkan.

Setengah jam berlalu. Nada pesan masuk di telepon genggam terdengar. Seorang teman merogoh sakunya, berusaha mematikan nada dering teleponnya. Namun sang profesor sudah terlatih mendengarkan nada-nada perangkat elektronik. Menyadari ini kelas pertama, dia hanya mengeluarkan ultimatum: “Jika dalam kelas saya seseorang menghasilkan bunyi dari perangkat elektronik, maka di kelas berikutnya orang tersebut harus membawa bir… untuk seisi kelas.”

Selama beberapa minggu tak ada lagi nada perangkat elektronik yang terdengar di kelas. Yang ada hanyalah suara getaran dari pesan masuk ke telepon genggam yang kebetulan diletakkan di atas meja. Hingga suatu hari seorang teman lupa mematikan alarmnya dan teleponnya berbunyi. Apa hendak dikata. Seisi kelas menatap dia, tak terkecuali sang profesor yang sambil tersenyum berkata: ” Di kelas berikutnya kamu harus membawa bir.”

Makan di kelas saat pelajaran berlangsung adalah hal yang lumrah di tempatku belajar saat ini. Meninggalkan kelas sambil menenteng tas di tengah pelajaran tepat saat seorang profesor sedang berbicara, juga ternyata dapat diterima. Namun kini, minum bir ketika pelajaran berlangsung dengan aba2 cheers dari sang profesor…  aku pun hanya bisa takjub sambil tak lupa mengangkat botol birku dan menyahut cheers.

Minum bir dalam kelas Prof. J

Minum bir dalam kelas Prof. J

 

Kejadian yang sama berulang tiga kali, namun dengan orang yang berbeda. Karena suara perangkat elektroniklah yang menjadi acuannya, maka suara Windows saat laptop pertama kali dinyalakan juga masuk kategori dan menyebabkan seorang teman membawa bir di kelas berikutnya.

**

Setahun berlalu sejak kelas pertama dengan Prof. J dan peraturan yang sama tetap berlaku. Hari ini sang profesor perlu menunjukkan materi pelajaran di youtube dan mau tak mau harus memasang suara agar video tersebut dapat dipahami. Dan coba tebak apa yang terjadi setelah video selesai dia putar?

“Sekarang saya yang harus membawa bir ya,” katanya sambil tertawa.

Dan di kelas berikutnya hari Rabu mendatang, kami akan menikmati bir lagi di dalam kelas untuk yang keenam kalinya.

***

atampubolon

meminjam buku di iJakarta lebih dari 3 hari?

Selasa, 24 Mei 2016

***

Pertama kali tahu iJakarta adalah saat menonton Mata Najwa per tanggal 11 Mei 2016 yang berjudul “Tak Sekadar Membaca”. iJakarta, terkesan seperti produk buatan Apple yang beken dengan huruf ‘i’ di depannya. Namun mungkin iJakarta ini memang kerabat jauhnya. Kerabat sebab ia memang bergerak di sektor digital dan teknologi, jauh sebab ia adalah sebuah perpustakaan.

Menarik sekali memang aplikasi dan konsep perpustakaan digital ini. Apalagi dalam tayangan Mata Najwa tersebut, sang penggagas iJakarta, Lasmo Sudharmo, semangat sekali menceritakannya. “Satu buku bisa dipinjam sampai tiga hari. Setelah tiga hari, buku tersebut akan otomatis dikembalikan. Apa yang terjadi? Orang2 mulai komplain. Mereka meminta agar waktu peminjaman bisa sampai lima hari. Namun antrian satu buku saja terkadang bisa sampai ratusan dengan tiga hari. Bila lima hari, bisa ribuan antriannya,” jelasnya sambil tersenyum.

Setelah hampir 2 minggu menggunakan aplikasi ini di Tab, ada satu pola yang saya temukan. Pertama kita harus mengunduh buku yang ingin kita baca ke dalam aplikasi iJakarta ini. Setelah buku tersebut diunduh, kita bisa membaca buku tersebut baik daring maupun tidak. Di sinilah celah yang saya temukan. Selama kita tidak terhubung dengan internet saat mengakses aplikasi iJakarta tersebut, maka database kita tidak akan diperbaharui. Dalam artian, buku yang kita punya, walaupun sudah lewat masa pinjamnya (3 hari), masih bisa kita baca.

Saya memiliki sebuah buku yang sedang saya baca di Tab. Saya tahu masa pinjamnya sudah lewat tiga hari, namun saya ingin memastikan lagi. Saat aplikasi iJakarta saya buka lewat komputer dan saya masuk ke akun saya, buku tersebut sudah dalam status dikembalikan dan hanya muncul di history. Namun di Tab, buku itu masih ada dan menunggu selesai dibaca.  Hanya saja perlu diperhatikan, buku tersebut harus terus dalam keadaan terbuka. Dalam artian, kita tidak boleh melakukan apapun di Tab (atau media apapun itu yang kita gunakan). Bila iya, maka akan segara terdeteksi bahwa masa pinjamnya sudah habis dan harus melakukan peminjaman ulang lagi. Syukur2 bila tidak perlu mengantri lagi.

***

atampubolon

 

mengutip data dari suatu sumber, periksa ulang!

25 April 2016

***

Berawal dari ketertarikan menulis tentang program Presiden Jokowi terkait perkembangan kelistrikan di Indonesia, sumber2 bacaan pun mulai dicari menggunakan mesin pencari google. Ada banyak sumber yang ditemukan, yang pada akhirnya dapat dikelompokkan menjadi dua: dokumen/laporan/presentasi (biasanya berupa file pdf) dan laman website (berupa tautan suatu laman). Salah satu laman website yang kutemukan adalah dari suara.com (tautan berita: http://www.suara.com/news/2015/03/09/074111/antisipasi-krisis-listrik-jokowi-tetapkan-dua-target).

Bila artikel tersebut dibaca sekilas sepertinya tidak ada yang salah. Sumber data yang digunakan juga terpercaya, Ditjen LPE Kementrian ESDM. Namun, karena telah mencari dan membaca terlalu banyak sumber, aku akhirnya menemukan sesuatu yang aneh. Sumber data dari ESDM yang digunakan tersebut dikeluarkan tahun 2009 dan sementara artikel tersebut dipublikasikan pada tahun 2015. Dan saat aku mengatakan sumber data dari ESDM, aku menduga sepertinya artikel berikutlah yang digunakan: http://www.esdm.go.id/berita/39-listrik/2719-rasio-elektrifikasi-14-provinsi-diatas-60.html

Bila kita menggunakan mesin pencari google dan mencari “rasio elektrifikasi 2015“, kira2 tampilan halaman utamanya adalah sebagai berikut:

halaman utama google saat mencari rasio elektrifikasi

halaman utama google saat mencari rasio elektrifikasi

Namun, bila kita mencari berita ini langsung dari arsip berita Kementrian ESDM, kita akan menemukan bahwa artikel ini dipublikasikan pada tanggal 6 Agustus 2009 seperti berikut:

artikel di halaman berita Kementrian ESDM

artikel di halaman berita Kementrian ESDM

**

Saat kita mencari suatu berita atau artikel dari google, lalu membukanya langsung, terkadang yang terjadi adalah kita membuka cache-nya. Akibatnya, tanggal publikasi berita/artikel tersebut, terutama bila tidak dituliskan pada isi berita/artikel, akan salah juga atau bahkan tidak muncul. Seperti yang terjadi di kasus ini, artikel yang sebenarnya dipublikasikan pada bulan Agustus 2009 keluar pada kata kunci pencarian “…. 2015”. Dan saat diklik langsung dari laman google tersebut, tanggal sebenar publikasi artikel juga tidak muncul sehingga timbullah kesalahan ini. Karena itu, penting untuk memeriksa ulang data2 yang digunakan terutama bila sumber yang digunakan adalah artikel/berita.

***

atampubolon

 

Oppression of Women, Empowerment of Women

Friday-Sunday, 15-17 April 2016

***

There are two spheres. One sphere is sphere of concern and the other is sphere of influence. This sphere of concern is the biggest. It represents your concerns about so many things that sometimes overwhelmed you. As for the sphere of influence, it starts small. Your job is to make it bigger. To change that concerns into action and influence.  – shared by a woman during the seminar that I attended.

**

Oppression of Women, Empowerment of Women. That is the topic of the seminar organized by STUBE Baden-Württemberg that I have attended.

OPPRESSION OF WOMEN

The first discussion that we had in this seminar was about women oppression in each of our country. Having sat together with people from Uganda, Kamerun, Bangladesh, and Nepal, my group was really international. I was supposed to start first. But what I could think at the moment was only sexual harassment against women, like raping. I know that is not the only problem that we have, but I was clueless. ‘Maybe you guys can start first and I’ll remember something while listening’, I said. They started and apparently the list were so many.

Oppression of Women

Oppression of Women in many countries

Having raised in a patriarchal family with only boys, I could not really relate to some points that my friends said. For example, ‘woman should do household works and not man’ was not the case for me. I used to help my mother with all these household works and so did my brothers. Another example, from the society, I see that my ethic group treats woman and man equally. There are times when they must serve (when their position is as ‘boru‘ in a ceremony), and there are also times when they are being served (when their position is as ‘paniaran‘ or ‘hula-hula‘ in a ceremony).

In summary, these are some examples of oppression of women that we discussed during the seminar:

  • ‘May you be blessed with a hundred sons’ is often told to the bride. This was being shared by one of the speaker from India. She said that male child is considered as an asset, while female is a liability. Many reasons behind it and ‘dowry tradition‘ is one of it. This then leads to selective abortions, selective post-birth abandoning, or even murdering.
  • Deficit of female for marriage that leads to ‘bride trafficking’ and ‘child marriages’ .
  • Deep rooted social, religious, and cultural norms that serve to exclude women from receiving an education (or equal education like man).
  • Sexual violence, like :
    Rape
    Street harassment (groping, grabbing, rubbing, flashing or mooning, touching, pinching in a sexual way, sexual assault)
    Eve-teasing (sexually suggestive remarks, catcalls, lewd comments about girl’s body, sexual remarks or accusations, dirty jokes, songs or stories)
    Stalking
  • Oppression in the way how women should dress, how they must have long and straight hair to be accepted by the society, and how they should get married before certain age limit, and many more…

 

Why did all these things happen? By taking example cases that happen in India, the speaker, Karuna G., concluded it as follow:

  • Low status of women
  • Sense of entitlement
  • Incapability and restriction of interaction between men and women
  • A lack of public safety (streets are poorly lit, no toilet facilities, no protection outside the home)
  • Blaming provocative clothing
  • Encouraging rape victims to compromise: compromise or even marry the rapist
    Stigmatizing the victim: ‚morally loose‘: went out at night, went out alone, etc. -> it is not good if woman go out at night, or go out alone.
  • Acceptance of domestic violence: A 2012 report by UNICEF found that 57 % of Indian boys & 53 % of girls between the ages of 15 and 19 think wife-beating is justified
  • Few female police: in New Delhi only 7% are women
  • AND, unfortunately women are often conditioned and encouraged to adhere to the patriarchal norms by other women

Even though she speaks about India, these reasons are also true for many cases that happen in many other countries. They may not yet all, but they certainly the most obvious.

EMPOWERMENT OF WOMEN

The speaker, Dr. Rita Schäfer, divided us into three groups with each group becomes the point of a triangle with its individual function.

women empowerment triangle

women empowerment triangle

 

ECONOMY -> For example, how the budget for infrastructure should be gender equal, like to include budget for CCTVs or street lights so women feel safe to walk on the street at night.

PARTICIPATION -> For example, how a quota of women who sits in parliament or government should exist.

INCREASING self reliance, self motivation, respect, and self esteem.

Then, inside the group, we discussed all women empowerment that have taken place in each of our country and share it with each other. There were many and still many more need to be done. As Karuna G. said in her presentation, what is needed is ‘change in women‘s attitude towards themselves and other women’ AND ‘change in patriarchal (male and female) mentality through awareness’.

 

**

On closing the women empowerment session, a PhD student, Aurelia, took over and asked this intriguing question which then led to a very active discussion : If a woman comes to you (a man) and said that she likes you, what would you think?

She said that in Tanzania this woman would be either considered crazy or a prostitute. But then, wouldn’t that be oppression against women?

***

atampubolon

Mein Goethe Leben

Letzte Woche war meine letzte Woche im Goethe Institut Jakarta. Ich habe seit 9 Monate oder 3 Quartal oder 216 Stunden da untersucht. Und ich habe 3 verschiedene Klassen besucht.

Meine erste Klasse war Extensiv A1.1.  

-> Ich war neue und ehrgeizig. Ich war auf dem Erhalten der Bestnote und auch in Goethe A1 Prüfung konzentriert. Und ja, ich hatte das beste Ergebnis in der Klasse und sehr gut in A1. Aber ich kenne nicht gut meine Klassenkamerad, und das ist schade.

Meine zweite Klasse war Extensiv A2.1

-> Ich traf neue Leute und ich kann sagen, dass ich besser meine Klassenkamerad weiß, obwohl ich immer noch auf dem Erhalten der Bestnote und auch in Goethe A2 Prüfung konzentriert.

Meine dritte und auch meine letzte Klasse war Intensiv A2.2-B1.1

-> Ich bin noch dem Erhalten der Bestnote konzentriert, aber nicht so leidenschaftlich mehr. Und ich habe keine anderen Goethe-Zertifikat für meine Universität Anwendung gebraucht, und so ja, ich kann die Klasse mehr genießen. Ich weiß meine Klassenkamerad besser und ich hatte gute Zeit mit ihnen. Und ich denke, treffen 3 Tage pro Woche uns besser kennen machen als nur 2 Tage.

Auf Wiedersehen meine Freunde.

Auf Wiedersehen meine Freunde.

***

atampubolon

Semakin canggihnya penipuan – undian berhadiah ?

Kamis, 14 Mei 2015

***

Ada puluhan SMS mungkin yang telah masuk ke nomor Indosatku mengabarkan kalau aku menang undian ini dan itu. Wajar, nomor itu telah kugunakan sejak tahun 2008. Bahkan nomor yang baru dibeli saja bisa menerima SMS yang tidak jelas isi dan pengirimnya. Namun, hampir 99% SMS menang undian tersebut dikirimkan dari nomor telepon gengam pribadi, sehingga tentu saja mudah ditebak kalau itu penipuan. Kenapa 99%? Karena hari ini ada 1%-nya yang hampir membuatku tertipu.

*

SMS itu masuknya tadi siang sekitar pukul 2 siang. Namun baru kubaca sore ini sebab aku memang malas membaca pesan2 yang masuk dari pengirim ini. Isinya hampir selalu sama dan bisa ditebak : masa aktif, promo, dan bonus. Iya, pengirim itu adalah INDOSAT.

IMG_2661

SMS dari Indosat

Setelah dibuka, pesan yang disampaikan adalah sebagai berikut:

pengumuman yang sepertinya absah

pengumuman yang sepertinya absah

Awalnya aku sudah curiga kenapa laman yang dicantumkan di dalam SMS bukan indosat.com, tapi tetap saja aku masuk ke laman itu. Lalu, nomor yang diminta untuk dihubungi berbeda dengan nomor resmi Indosat yang ada di laman mereka, namun tetap saja aku menghubungi nomor itu.

Yang menjawab adalah seorang mas2. Orangnya kurang ramah dan bicaranya kurang jelas, namun prosedur seorang customer service dia melakukannya dengan benar. Hanya saja ada dia melakukan kesalahan cukup fatal yang membuatku meminta untuk memutuskan telepon sebentar dan akan menghubungi dia lagi.

Waktu sebentar yang kuminta ini memberiku kesempatan untuk memeriksa beberapa hal lagi termasuk menghubungi temanku yang bekerja di Indosat. Dan temanku itu langsung berkata itu jelas-jelas adalah PENIPUAN. Namun, kenapa masking-nya (nama pengirimnya bisa INDOSAT), dia juga tidak tahu.

Karena itu, berhati-hatilah dengan SMS undian berhadiah walaupun pengirimnya adalah penyedia jaringan itu sendiri. Ceklah benar-benar informasi yang disampaikan dan pelajari hal-hal detailnya apakah ada yang tidak masuk akal/mencurigakan.

**

Beberapa hal yang menurutku mencurigakan dari SMS Undian yang aku terima ini:

1. Tampilan laman yang kurang profesional untuk perusahaan sekelas Indosat.

laman yang kurang profesional

laman yang kurang profesional

2. Di bagian pengambilan hadiah poin nomor 6 dikatakan sebagai berikut:

Setelah pelaporan NO.PIN Pemenang,batas pengambilan Hadiah berlaku selama 2 hari.

PIN itu seharusnya unik dan hanya diketahui oleh pemenang. Namun, bila dilihat gambar laman di atas, PIN tersebut dituliskan juga di gambar masing2 hadiah. Apa gunanya PIN kalau begitu?

3. Di bagian pengambilan hadiah poin nomor 5 dikatakan sebagai berikut:

Pemenang wajib melaporkan biodata dan identitas lengkap sesuai Data KTP/SIM untuk pendaftaran dan pengurusan Hadiah

Namun tadi saat menelepon, mas2 itu tidak memeriksa identitasku secara lengkap. Dia hanya menanyakan nama, mengucapkan selamat, dan langsung menodong membacakan nomor rekening Bank.

4. Penasaran dengan laman infoindosat.net, aku pun mengecek identitas laman tersebut dan memperoleh informasi sebagi berikut:

siapa pemilik infoindosat.net

siapa pemilik infoindosat.net

Ternyata laman tersebut dibuat oleh CV.JOGJACAMP. Bila ditelusuri di google, CV ini benar adanya dan memang bergerak di bidang domain dan hosting. Namun, siapa klien mereka yang membeli domain ini, itu lain hal yang akan butuh sumber daya lebih untuk bisa ditelusuri.

***

atampubolon